Innalillahi waa innailaihi rojiun..
Kabar duka itu datang pagi ini. ibu Rahmawati Soekarno Putri yang jelang usia 71 tahun itu menghembuskan napasnya yang terakhir di RS Gatot Subroto Jakarta Pusat, Sabtu pagi (3/7/2021).
Duhai ibu yang kami sayangi, insya Allah suara kerasmu, kritik kerasmu membela ketidakadilan dan bela para ulama menjadi catatan amalmu di hadapan Sang Khalik.
Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, semoga almarhumah Husnul Khatimah aamiin yra.
Saya mengenal mbak Rahma lebih 20 tahun lalu di sebuah acara. Tetapi baru berinteraksi sejak 2017 atau menjelang pilpres lalu dan sangat mengesankan.
Jelang pilpres semua emak emak serasa dibangunkan dari tidur panjang mereka. Semua ingin aktif ikut memenangkan 02 dan Ibu Rahma salah satu yang dipercaya para emak sebagai tokoh perempuan selain ada sosok Neno Warisman dan mba Titiek Soeharto.
Di rumah mba Rahma di Pejaten menjadi posko yang tidak resmi. Tiap hari ada saja yang ingin datang dan meminta pendapat beliau. Pintu rumahnya selalu terbuka.
Selain di rumahnya, semasa hidup juga aktif ke sana sini untuk penuhi undangan dari berbagai kalangan. Termasuk menerima kami para relawan di kantornya di kampus Universitas Bung Karno atau UBK di Menteng.
Padahal untuk beraktivitas itu beliau harus menggunakan bantuan kursi roda lantaran kakinya sejak lama bermasalah. Luar biasa memang semangatnya.
Saat itu saya punya ide tuk aksi para emak yang mau disampaikan ke almh tapi mengajak seorang teman dokter. SMS pun dilayangkan dan sungguh senang mendapat jawabannya. “Boleh datang jam 3an yah,” katanya waktu itu.
Di rumah yang dijaga beberapa angota TNI itu saya duluan datang. Tetapi mba Rahma tetap persilakan saya masuk dan ngobrol. Di ruang makan itu ada mas Didi Mahardika putranya.
Di rumah yang banyak barang-barang antik yang indah dan koleksi aneka hiasan burung merak kita ngobrol sambil menunggu teman saya dokter Anna. Sebagai sesama penyuka barang antik obrolan dengan mba Rahma sudah seperti teman lama. Obrolan kita dari A hingga z.
Saya disuguhi teh panas dan Kurma goreng andalan mba Rahma untuk tamu-tamunya. “Dibikin si mba. Ini resep saya,” jelas mbak Rahma. Saya pun diajarin cara membuat kebetulan memang belum pernah buat kurma yang digoreng.
Walau tamu kedua belum datang beliau tetap ramah ngobrol sambil sesekali minum beberapa butir obatnya.
Beruntung sebagai wartawan saya punya banyak cerita dan kisah sehingga obrolan kita semakin seru, bahkan sesekali diiringi gelak tawa. Tak jarang mba Rahma terkikik saat saya bercerita.
Tak lama kemudian, datang dokter Anna dan obrolan soal obat yang diminum kita lanjutkan. Maaf banget boleh tahu kenapa kakinya mba? “Tanya saya meski agak segan takut beliau tersinggung.
Mbak Rahma pun dengan tulus menceritakan kejadiannya saat bersama suami tercinta. “Hanya gara-gara lalai dan kesenggol akhirnya jadi panjang urusannya hingga sekarang,” katanya dengan senyum manisnya.
“Karena masih sakit akhirnya pakai saja kursi roda yang penting kegiatan tidak terputus,” ucapnya. "Masya Allah..keren,” kataku menimpali.
Tak terasa obrolan sudah berlangsung selama tiga jam dan kami pun pamit seiring munculnya suara adzan magrib.
Benar-benar waktu yang berharga dan cukup lama. Tidak ada kesombongan di diri tokoh hebat itu. Saya kagum. Humble. Teringat beliau sangat ramah karena disetiap acara semua orang slalu ingin berfoto dengannya dan tidak pernah ditolaknya.
Masalah politik di Tanah Air hingga dirinya ikut diperiksa aparat pun diceritakannya ke kami. Termasuk kemarahan kepada kakaknya Megawati.
Meski banyak kekesalan atas keadaan saat ini namun mbak Rahma tetap terlihat awet muda.
Walau usianya sudah sepuh, namun nyaris tak ada kerutan di wajahnya. Mulus dan bersih pula.
“Yah itu jangan benci ke orang tanpa alasan dan banyak bersyukur',” pesannya.
“Juga berani berbicara benar sekalipun harus dimusuhi. "Saya ga takut berbicara benar,” tambahnya dengan nada tegas.
Berbicara politik beliau sangat mahir pantas gelar Doktor dimilikinya. Sebagai pendiri Universitas Bung Karno semua pikiran-pikiran bung Karno sangat dikuasainya.
Tetapi tangisannya sering tak terelakan terjadi ketika berbicara UUD 45 yang telah diamandemen yang mengakibatkan Indonesia seperti sekarang ini, tuturnya.
Di acara Rekat Anak Bangsa di Hotel Sahid yang diprakarsai eks Menhankam Ryacudu tangisan dan kemarahan mba Rahma terhadap negeri ini yang dinilainya telah jauh dari cita2-cita perjuangan Bapaknya membuat kita semua yang hadir ikut terharu.
Dibanding 5 anak bung Karno, mba Rahma diakui lebih dulu menyukai politik dibanding saudara-saudaranya. Sehingga dalam setiap acara kebangsaan termasuk dalam diskusi semua yang mendengar beliau berbicara selalu kagum. Beliau memang sangat mengerti politik.
Saya melihat dan mendengar buah pikirannya ada lebih di 25 tempat jelang dan setelah pilpres.
Hingga akhir hidupnya almarhumah tetap rajin memenuhi undangan siapapun dengan kondisi tubuhnya.
Sayang Covid tlah merengut semangat dan perjuangannya. Tetapi jiwa dan semangat Almh tetap membara dan ada di jiwa jiwa kami.
Teriakan merdeka menjadi wajib buat mba Rahma. Selamat jalan ibu yang kami sayangi. Kebaikan dan senyummu slalu kami kenang. Surga nan janah menantimu.
No comments:
Post a Comment