Innalillahi waa inna ilaihi roji'un.....
Telah dua hari enam orang anggota laskar FPI yang diyakini telah menjadi para Syuhada telah tenang di sisiNya. Posisi makam mereka salig berdekatan yang lokasinya di tempat kediaman dan pesantren Imam Besar mereka di Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
Derai air mata dari keluarga korban juga pimpinan serta segenap teman dan pendukung mereka terus bercucuran. Doa-doa terus dilantunkan atas wafatnya keenam Syuhada itu.
Kematian keenam Syuhada itu memicu berbagai tuntutan.
Tuntutan untuk dibuat tim investigasi Independen serta Tim investigasi dari Komnas HAM juga terus bergulir.
Semisal tokoh sekelas Abdullah Hehamahua hingga rakyat jelata pun menuntut dibentuknya tim investigasi Independen.
Para tokoh HAM, sejumlah politisi, penulis, pengamat pun ikut membubuhkan tanda tangan mendukung dibentuknya tim investigasi.
Sebagian besar media massa yang tadinya dianggap telah jauh dari harapan umat, dalam dua hari ini menaikan berita yang isinya mengkritik kebijakan polisi dalam kasus itu. Pendapat para pakar hingga tim investigasi dari reporter lapangan mereka mengisi isi berita mereka. Juga bersileweran di WAG.
Saksi mata yang tadinya dikira telah menghilang berhasil dikorek wartawan. Mereka memberi kesaksian seperti diucapkan HRS saat memberi doa dan kesaksian di depan enam laskarnya yang telah terbujur kaku.
Bahkan respons atas insiden itu membuat mabes polri mengambil alih kasusnya guna ditangani.
Kini, masyarakat sekarang menunggu hasil kerja baik DPR, Komnas HAM, tim independen serta Mabes Polri.
*Tragedi di jalan tol*
Ucapan duka dan belasungkawa atas kematian keenam anggota laskar Front Pembela Islam terus mengalir.
Sejak hari Senin siang muncul di media sosial juga ribuan WAG.
Banyak warga yang kaget sedih dan marah menyusul konferensi pers oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran pada Senin siang kemarin.
Sebelum informasi kematian datang dari pimpinan Polda Metro Jaya, jam 9 pagi penulis mengonfirmasi ke Munarman, salah seorang Ketua FPI ihwal adanya info penculikan enam laskar FPI yang sedang mengawal Imam besar mereka. Munarman membenarkan.
Selang dua jam setelah ada kepastian keberadaan keenam anggota itu pihak FPI pun melakukan konferensi pers.
Mereka membantah keras tuduhan jika laskar mereka bersenjata.
"Sejak FPI berdiri kami tidak pernah memiliki senjata apalagi senjata api," tegas Munarman.
"Dalam anggaran Dasar RT FPI tercantum jelas tidak boleh memiliki senjata," tambahnya.
*Pemakaman Para Syuhada*
Proses pengambilan jenasah yang terkesan berbelit membuat masyarakat dunia maya ramai. Kecaman pun mengalir deras datang dari pengamat hingga rakyat jelata.
Hingga akhirnya tiga anggota DPR dipimpin Fadli Zon harus mendatangi RS Polri. Warga masyarakat dan simpatisan pun langsung berdatangan ke RS Polri juga ke Petamburan, Jakpus.
Setelah proses yang menegangkan mayat berhasil dibawa pulang dan langsung dimandikan serta dikafani diiringi tangisan pilu para keluarga dan rekan-rekannya. Keenam laskar yang telah terbujur kaku rata-rata masih muda. Berusia di bawah 25 tahun hanya seorang yang berusia 26 tahun.
Kebanyakan mereka menurut keluarganya tipikal pemuda yang taat agama. Fais misalnya, setiap pagi selalu mengaji tuk membangunkan tidur keluarganya jika subuh tiba.
Sedangkan Khadafi yang orang tuanya berasal dari Sulit Air Sumatra barat tahun ini rencananya akan wisuda. Sayang kebahagiaan itu terengut oleh peluru tajam.
Ada lagi yang memang sejak kecil telah menjadi yatim dan selalu membantu ibunya berjualan di pasar. Rata-rata mereka bukan kalangan orang berada, namun ingin berjuang membela Islam sehingga mendaftar sebagai anggota FPI.
Berita kematian itu membuat penulis dengan tiga orang emak-emak ingin ikut mengantar dan langsung meluncur ke Megamendung. Ternyata di sana mobil mobil dari simpatisan dan anggota FPI berbagai daerah di Jawa barat dan Jawa timur pun banyak berdatangan.
Tetapi untuk masuk ternyata tidak mudah karena harus melalui penjagaan di posko 1 & 2. Berkat izin dari salah satu pimpinan di Jakarta akhirnya rombongan penulis bisa masuk. Penulis melihat enam liang lahat di bawah pohon yang tinggi tegap disiapkan di lahan kosong milik HRS.
Setelah melihat suasana pesantren dan liang Lahat akhirnya rombongan kami harus balik Jakarta karena ternyata hingga jam 7 malam informasi bahwa jenazah belum bisa diambil.
Di Jakarta enam korban penembakan itu setelah dishalati dibawa dengan ambulans pukul 2 malam ke Megamendung.
Ada peristiwa yang unik menurut saksi mata ketika rombongan puluhan mobil itu mau masuk tol Slipi tiba tiba lampu Tol mati begitu juga palang pintu tol.
Akibatnya iring iringan mobil masuk dengan lancar.
Di sepanjang jalan setelah keluar tol memasuki Megamendung banyak masyarakat menyambut.
Tiba di Pesantren Agrikultural Markaz pukul 4 dinihari sambil bersiap salat subuh, menantu HRS yang dipanggil ustad Hanif tampak beberapa kali menangis ketika berbicara. Dirinya sedih karena dirinya berhasil selamat ditolong oleh para laskar itu. Saat kejadian mobilnya berada di belakang mobil HRS.
Sebelum dibawa ke liang lahat HRS memimpin berdoa dan menceritajan kronologi kasus itu. HRS dengan kesedihan yang ditahan berharap pengikutnya sabar dan menahan diri.
Ia meminta keadilan atas kematian anggotanya. Pukul 6 di subuh yang dingin itu akhirnya proses pemakaman berlangsung lancar disaksikan ulama seperti ustad Bachtiar Nasir dan para tokoh serta ribuan jamaah. Menurut salah satu saksi darah segar masih terlihat di kafan seorang Syuhada.
*Aksi Kemanusiaan*
Sebagai mantan wartawan hukum dan kriminal dari sebuah TV, penulis telah mengenal FPI sejak baru berdiri tahun 1998 silam.
Saat itu mereka berombongan mendatangi sebuah kafe di daerah Kemang yang buka 24 jam dan menjual miras yang dianggap bertentangan dengan syariat Islam. Mereka memprotes dan meminta tidak dibuka 24 jam.
Apalagi jika dibuka dekat sekolah atau masjid mereka tidak segan mendatangi Pemiliki sekalipun dilindungi oknum aparat.
Setiap mereka mendatangi tempat hiburan kebanyakan malam hari dan berada di darah Jakarta Barat, penulis selalu datang meliput dan tidak pernah melihat ada yang membawa kayu apalagi senjata api. Juga saat meliput mereka dalam aksi demo atau ketika mereka turun menolong korban bencana.
Sejalan waktu anggota FPI terus bertambah menjadi puluhan ribu anggotanya. Perkembangan keanggotaannya meluar hingga di berbagai daerah, sekalipun mereka hanya menjadi relawan tanpa dibayar.
FPI juga terus membenahi internal mereka termasuk mendidik cara bersikap menghadapi masyarakat agar lebih humanis hingga benahi urusan seragam mereka yang semakin putih dan necis.
Untung mengetahii apa dan bagaimana FPI tahun 2000 awal bersama beberapa wartawan penulis ikut mewawancarai HRS.
Tokoh yang kini memiliki jutaan pengikut itu ternyata tokoh yang ramah dan suka membaca.
Seiring smakin banyaknya bencana di Indonesia membuat FPI tergerak turun membantu para korban bencana.
Puncaknya saat tsunami di Aceh tgl 26 Desember 2004 silam. Aksi kemanusiaan FPI diancungi jempol banyak pihak.
Sayangnya saat tsunami Aceh penulis tidak bisa melihat aksi kemanusiaan FPI yang dipimpin langsung IB mereka HRS.
Lantaran penulis masih trauma parah naik pesawat. Padahal sudah ditugaskan kantor untuk berangkat ketika Tsunami maha dahsyat subuh itu terjadi.
Tetapi aksi FPI menolong korban tsunami terdengar hingga ke mana mana bahkan membuat kagum dunia. Video tentang aksi FPI di Aceh itu hingga kini masih beredar.
Kekaguman atas kiprah FPI tak urung membuat banyak yang merasa berduka atas tragedi ini sehingga donasi tuk membantu keluarga korban terus berdatangan. Informasi yang beredar di medsos mencapai lebih dari 1 milyar rupiah.
Penulis berharap semoga insiden sejenis tidak berulang apalagi menimpa mereka yang hanya ingin mengawal Imam besar mereka.
No comments:
Post a Comment