Pages

Monday, 19 August 2019

HUT RI bersama Putri Proklamator dan Sandiaga Uno

Boleh jadi saya adalah orang yang beruntung. Bisa mengikuti setiap upacara HUT RI sejak kecil hingga tamat SMAN 1 tahun 1983 lalu di Ambon. Kini keberuntungan itu kembali hadir saat mengikuti upacara sakral tersebut. Bukan di Ambon, melainkan  di Ibu Kota negara Jakarta.



Tak cuma itu, kegiatan upacara langsung bersama putri dan cucu presiden Pertama RI Soekarno serta para pendukung 02 pada pilpres 2019 di Universitas Bung Karno atau UBK. Kampus yang membawa banyak pemikiran Soekarno saya hadir bersama sama emak emak 02.
Undangan yang disebar memang tidak banyak, andai saja undangan itu beredar  pasti ribuan emak-emak dari berbagai tempat pastinya ingin hadir pula.
Rahmawati Soekarno Putri sebagai pendiri  UBK memang ingin upacara HUT RI ini berlangsung dengan Hidmat makanya undangan dibatasi.
Selain para pejabat universitas yang beralamat di Jalan Kimia Jakarta Pusat itu hadir pula Sandiaga Uno sang Wapres 02 serta sejumlah purnawirawan.
Kedatangan pengusaha yang ganteng itu tak urung menimbulkan sedikit kehebohan lagi lagi karena banyak yang ingin berfoto dengannya padahal jam sudah menunjukan 9.10 waktu dimulainya upacara.

Selang 5 menit kemudian Rahmawati yang didorong bersama kursi rodanya dan Sandiaga keluar dan duduk di podium.
Hiasan merah putih membuat sekeliling lokasi kampus terasa meriah.
Di depan kami ada spanduk bergambar Soekarno bertuliskan
Dirgahayu RI ke 74 Kemerdekaan Bangsa Indonesia. The Rediscovery of Our Revolution (penemuan kembali revolusi kita).
Merinding dan teringat masa masa perjuangan dulu saat suara sirine yang bergema dengan keras menghentak jiwa. Lebih 1 menit suara sirine itu diputar dan berlanjut dengan rekaman suara presiden Soekarno membacakan teks Proklamasi.
Kami terdiam..meresapi suara tokoh pendiri bangsa kami itu sambil mata saya menatap patung beliau, Soekarno. Patung setinggi lebih 30 m itu berdiri dengan kokoh di halaman kampus UBK sambil tangannya menunjuk ke kanan.
Saya belum memahami arti jari yang menunjuk itu karena hanya ada berita tentang patung Pancoran yang menunjuk ke depan. Bukan tentang Soekarno.
Usai suara presiden Soekarno menghilang berlanjut acara pengibaran Sang Saka Merah Putih oleh mahasiswa dan mahasiswi UBK.




Mereka terlihat begitu profesional. Dan saatnya kita semua menyanyikan Indonesia Raya. Spontan semua tangan termasuk yang tidak bertopi juga ikut hormat bendera.
Bergetar jiwa ini. Hormat kami padamu wahai Sang merah putih dan Pahlawan.
Usai pengibaran sang saka merah putih, Rahmawati  bersama Sandiaga dan beberapa tokoh menuju ke depan patung bung Karno untuk menaruh karangan bunga. Sandiaga Uno yang berjas hitam nampak tenang tetapi badannya terlihat lebih kurus.
Acara berlanjut dengan pidato yang dibawakan Rahmawati yang  menyingung judul yang terpampang di depan kita yakni The Rediscovery menurut Rahma karena tema tersebut pernah dipidatokan oleh bung Karno pada 17 Agustus 1959. Boleh jadi tema tersebut mirip dengan kondisi dan situasi saat ini.
Saat itu bung Karno mengangkat tema tersebut karena situasi saat itu terjadi demokrasi super liberal yang tidak lagi berdasar UUD 45 tetapi berdasar prinsip prinsip politik individualisme liberalisme dan kapitalisme.
Sejatinya kita mulai kehilangan jati diri bangsa dan semakin jauh dari cita cita dan tujuan proklamasi beserta batang tubuhnya. Demikian Rahmawati menyampaikan pidatonya.
Mengenai politik, Rahmawati juga menyinggung pemilu langsung yang ternyata melahirkan ekses ekses berbahaya buat bangsa negara. Antara lain:
1. Pemilu berbiaya sangat mahal tapi  diwarnai dengan meninggalnya 700 petugas KPPS.
2. Secara sosial psikologis merusak proses integrasi sosial dan masyarakat menjadi terbelah.
3. Politik ego sentris. Kata bung Karno "dulu jiwa kita dihikmati oleh tekad aku untuk semua, tetapi sekarang aku buat aku"
Tentang ekonomi Rahma mengingatkan sekarang kita berpaham Neo Liberalisme, Free market dan Survival of the fittest.
Eksploitasi sumber daya negara dijalankan dengan proxi war, perang asimetris yang pelakunya byk pihak termasuk oknum pejabat.
Bank Indonesia menyatakan pada bulan Maret utang Indonesia sudah mencapai Rp 5,3 ribu triliun. Utang yang semakin meningkat, rendahnya pertumbuhan ekonomi dan smakin lebarnya jurang antara yang kaya dan miskin.
Bung Karno menurut Rahma pernah mengatakan "Sejarah adalah kaca Benggala yang bisa mengenal dan melihat wajah Indonesia".
Jadi untuk menyelesaikan implikasi politik dan ekonomi kita harus kembali ke UUD 18 Agustus 1945. MPR sebagai Locus of Power yakni pemegang supremasi kedaulatan negara tertinggi karena wakil dari seluruh rakyat.
Pidato selama 5 menit itu sempat terhenti ketika Rahma tiba-tiba terisak mengingat ucapan ayahnya "Kita memang belum hidup dalam sinar bulan Purnama, kita masih hidup di masa pancaroba. Tetaplah bersemangat Elang Rajawali maka dari itu jangan ke sana kemari, beranilah sama sekali kembali ke jiwa Revolusi 1945 tidak lain kembali ke Pancasila dan UUD 45. Jalankan dengan kesungguhan hati secara murni dan konsekuen karena Revolusi belum selesai"..
Isakan Rahmawati membuat semua peserta upara hanyut dalam suasana duka....kita menyadari ucapan bung Karno memang sangat benar. Ternyata perjuangan kita menuju Indonesia sejahtera masih jauh.
Suasana haru tidak berlanjut lama karena terpecahkan oleh kerasnya suara gemuruh marching band dari taruna sekolah Kebangsaan milik Prabowo Subianto. Marching band yang telah beberapa kali meraih juara itu tampil dengan begitu prima.



Pada saat yang sama bapak Prabowo Subianto juga sedang mengikuti HUT RI di DPP Gerindra di Ragunan Jakarta Selatan.
Usai marching Band tibalah acara ramah tamah. Sambil kita diperdengarkan nyanyian lagu lagu cinta tanah air oleh mahasiswa UBK. Lagu Indonesia pusaka membuat mata saya berkaca kaca Indonesia mendatang seperti apa mbuat saya sedih memikirkannya.
Acara ramah tamah dimulai dengan doa bersama dan pemotongan Tumpeng HUT RI. Potongan tumpeng dari Rahmawati diberikan kepada Sandiaga Uno.
Kembali ruangan tersebut mulai heboh siapa lagi kalau bukan acara berfoto foto dan Sandi kembali harus pasrah melayani permintaan foto fansnya, padahal piring berisi tumpeng itu belum disentuhnya. Tetapi Sandi dengan senyum khasnya tetap ramah melayani permintaan bapak atau ibu yang ingin berfoto dengannya.
Di pojok sana suara puisi Perjuangan terdengar sayup sayup. Puisi dari penulis bunda Pipiet Senja yang berusia 63 tahun.
Penulis ratusan buku itu hingga kini tetap semangat karena memiliki Ghiroh mencintai NKRI seperti kami para relawan, kami para emak yang ingin Indonesia tetap jaya tanpa dikuasai asing tetap menjadi tuan di negeri sendiri.
Merdeka!
Jakarta 18. Agustus 2019
Nina Bahri



1 comment:

  1. Masya Allah superkereeen Nina Bahri.
    Patutlah sebagai Jurnalis dan Reporter SCTV memang ternasuk kampiun.

    Merdeka!

    ReplyDelete